Minggu, 07 Agustus 2016

EKOLOGI vs. EKONOMI



Kakek tua itu muncul dari balik pepohonan. Kulitnya yang legam dan penuh keriput dialiri peluh bercuuran. Dengan susah payah dan nafas yang tersenggal-senggal, tubuh yang kurus itu berusaha mengendalikan sepeda tuanya. Di boncengan sepeda terlihat setumpuk kayu bakar setinggi kira-kira 1meter. Dan wajah tua itupun langsung pucat melihat petugas hutan yang sudah berdiri di depannya.
"Nyari dimana, pak?", tanya petugas.
"Di Sambi Karep, pak. Buat masak di dapur..." jawabnya dengan logat Madura yang kental dan suara takut-takut sambil mengatur nafas. Petugas pun memeriksa tumpukan kayu bakar itu dan tidak menemukan kapak, diameter kayu bakarnya pun kecil-kecil.
"Kalo ngambil secukupnya pak...jangan sering-sering. Untuk kebutuhan sehari-hari saja, jangan dijual. Bapak ambil ranting-ranting yang jatuh saja, jangan nebang pohon ya..! Ya sudah, silahkan jalan pak!", jelas petugas dalam bahasa Madura.
"Enggih pak. Kaso'on" Si kakek mengangguk-angguk dan segera melanjutkan perjalanan.

Begitulah sepenggal kejadian disuatu blok di TN Baluran. Dilema. Satu kata yang mewakili seluruh sisituasi yang acapkali terjadi saat petugas berpatroli. Kondisi masyarakat sekitar yang sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan membuat hutan dan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya mengalami banyak tekanan.

Secara umum tujuan pengembangan taman nasional untuk kepentingan perlindungan dan peestarian alam, penelitian, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata dan rekreasi. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan adanya aktivitas pengambilan hasil hutan non kayu yang masih cukup tinggi khususnya oleh masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil kongres Taman Nasional se-Dunia pada tahun 2003, bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar kawasan konservasi. Masyarakat tersebut akan termotivasi dan berperan serta untuk kepentingan pengelolaan kawasan dalam jangka panjang. Hal ini akan berimplikasi terbukanya akses bagi masyarakat terhadap pemanfaatan potensi hasil hutan non kayu yang terdapat dalam kawasan secara berkesinambungan.

Keberhasilan pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan yang dilindungi oleh masyarakat sekitar. Di tempat dimana kawasan dilindungi dipandang sebagai penghalang, penduduk setempat dapat menggagalkan pelestarian. Namun bila pelestarian dianggap sebagai suatu yang positif manfaatnya, penduduk setempat sendiri yang akan bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi kawasan tersebut.

Di Indonesia, setiap kawasan konservasi yang berbatasan dengan pemukiman hampir selalu mendapat tekanan dari masyarakat, baik berupa pemukiman di dalam kawasan maupun pemanfaatan potensinya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan HHNK (Hasil Hutan Non Kayu) didominasi oleh pemanfaat yang berusia 28-55 tahun atau dari kelompok umur produktif. Hal itu disinyalir akibat terbatasnya lapangan pekerjaan yang mampu memberikan pendapatan memadai sehingga mencari HHNK di kawasan hutan yang mampu memberikan tambahan pendapatan. Dengan mata pencaharian yang mayoritas sebagai buruh tani dan petani. Mata pencaharian yang terbatas tersebut antara lain diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan. Pendidikan yang rendah juga menyebabkan pendapatan yang rendah dikarenakan ketidakmampuan masyarakat berpendidikan rendah untuk menganalisa dan memanfaatkan informasi yang berkaitan dengan peluang-peluang untuk memperoleh serta meningkatkan penghasilan. Sebagai contoh pemanfaatan hasil hutan TN Baluran yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, sebagian besar dinilai berdasarka harga pasar atau transaksi setempat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kontribusi hutan TN Baluran dalam menyangga perekonomian masyarakat sekitar tidaklah kecil. Lalu, bagaimana dengan sumber air, jasa lingkunga, wisata alam serta aspek-aspek lain yang seringkali diabaikan tetapi sebenarnya sangat menentukan kualitas hidup masyarakat sekitar seperti pengatur iklim mikro, sistem hidrologi, pencegah banjir dan tanah longsor? Ekonomi vs Ekologi. Kemakmuran sesaat vs bencana. Semoga kita tidak menjadi masyarakat materialistis yang hanya melihat sesuatu dari segi ekonomisnya saja, namun juga dari segi ekologi, karena hal itu yang akan lebih menjamin kelangsungan hidup kita dalam jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar